Santri (Magang) 10 Hari!!

Libur telah tiba, libur telah tiba, hore, hore, hore!!
Sore menjelang, mobil melaju dengan teratur hingga kami sampai di tempat tujuan. Sebuah papan bertuliskan nama pondok pesantren terpampang di antara deret pagar gerbang. Ini kali pertama aku mengunjungi saudaraku yang suaminya merupakan pengasuh pesantren yang 10 hari ke depan aku akan menjadi bagian di dalamnya. Sedikit ada rasa canggung dan deg-deggan, seperti biasanya begitulah sikapku ketika berada di tempat baru, aku bukan tipe orang yang dapat beradaptasi dengan baik, aku membutuhkan banyak ruang dan waktu untuk duniaku sendiri sebelum aku benar-benar bisa masuk dan berbaur ke dunia orang lain.
Sepuluh hari yang luar biasa. Aku selalu bangun sebelum shubuh sebelum santri lain terjaga dari tidurnya, aneh memang. saat dulu aku di pesantren  juga selalu menjadi orang yang paling awal bangun diantara teman-teman satu kamar, padahal kalau di rumah aku seringkali harus dibangunkan, rumah di Jakarta ya, kalau di Pekalongan adzan shubuh pasti dengar.
Aku menemukan banyak pelajaran di sana, pegalaman yang tak ternilai, berpuluh cermin yang mengurai beragam karakter dan menjadi tempatku berkaca diri.
santri pesantren tersebut didominasi anak-anak remaja usia sekolah SMP sampai SMA, hanya beberapa yang berkuliah dan mereka adalah pengurus. dan karena aku hanya sementara maka aku ditempatkan di kamar anak kelas 3 SMP dan dengan merekalah selama 10 hari aku banyak mengukir kisah.
mereka yang lugu dan polos banyak bertanya tentang Jakarta, tentang apa-apa yang dapat ditemui di Jakarta, artis, kehidupan di Jakarta, dan banyak sekali hal yang membuat mereka berbinar ketika tanya dan jawaban saling terlontar tentang Jakarta.
Padahal tidak banyak yang dapat aku ceritakan, sebatas jalan yang kulalui ketika berangkat kuliah mungkin, atau sesekali aku bercerita tentang pengalamanku menjadi penonton sebuah acara dan dibayar.
Mereka jugaa kerap kecewa ketika pertanyaan mereka seputar artis sering tak tertanggapi, bagaimana lagi, saya tak kenal Boy atau sederet pemain Anak Jalanan, lha wong aku jarang nonton TV, Ya mereka ini sangat senang cerita tentang Boy Anak Jalanan, bahkan ada yang berandai-andai jadi pacarnya. Aku senyumin aja sih. 
Aku juga banyak belajar dari mereka, usia mereka yang terpaut cukup jauh denganku tapi aku merasa terkadang mereka lebih dewasa daripada aku. selama aku di sana tak jarang terjadi cekcok atau keributan di kamar, tapi selang beberapa jam suasana kembai mencair, mereka tidak segan-segan mengalah dan meminta maaf, itu dewasa yang sesungguhnya, berani mengambil sikap. yang membuatku terenyuh juga sifat saling menyayangi dan menghargai diantara mereka, meskipun mereka tidak suka dengan satu anak karena alasan tertentu, mereka tetap akan berbagi dan berusaha memberi arti. sungguh mereka telah banyak menoreh kisah berharga di hidupku.
Andai saja kisah-kisah tersebut dapat kudeskripsikan lewat kata-kata dengan apik, namun apa daya, hari sudah larut malam dan esok aku harus membuat laporan.
Terimakasih segenap Santri Nurul Fattah Lamongan yang telah menjadi bagian dalam lembar kisahku. Dan salam takdzim kepada para kyai dan bu Nyai. Semoga segala khilaf termaafkan dan kali lain dapat berjumpa kembali.

Jakarta
Ditulis pada malam menjelang pagi, di mana ada rindu yang tak terkendali

Komentar