Pada sebuah desa
yang mayoritas penduduknya adalah nelayan dan petani miskin terdapat sekolah
desa sederhana yang merupakan sekolah cabang dari sekolah di desa utama yang
jaraknya lima kilometer dari desa tersebut, di sekolah itulah Miss Oishi
mendapat tugas pertamanya untuk mengajar menggantikan Miss Kobayashi.
Miss Oishi
berasal dari desa pohon pinus yang letaknya di seberang teluk. Ia pertama kali
datang ke desa tanjung dengan mengendarai sepeda, pada waktu itu sekitar tahun
1928 ternyata seorang perempuan yang mengendarai sepeda bukanlah hal lumrah,
sehingga kedatangan Miss Oishi menimbulkan kehebohan diantara penduduk dan murid-muridnya.
Selain itu gaya pakaian serta potongan rambut Miss Oishi yang kebarat-baratan,
karena tidak memakai kimono sebagai mestinya menimbulkan pandangan negatif dari
penduduk desa tanjung, meskipun sebenarnya Miss Oishi tidak seperti yang mereka
kira.
Miss Oishi mulai
mengajar anak kelas satu yang jumlahnya 12 orang, yang terdiri dari 7 anak
perempuan dan 5 anak laki-laki. Murid-murid tersebut bernama Kotsuru Kabe,
Masuno Kagawa, Kotoe Katagiri, Matsue (Matchan) Kawamoto, Fujiko Kinoshita,
Misako (Miisan) Nishiguchi, Sanae Yamaishi, Nita Aizawa, Isokichi (Sonki)
Okada, Tadashi (Tanko) Morioka, Takeichi Takeshita, Kichij (Kitchin) Tokuda.
Meskipun penduduk memandang negatif Miss Oishi, namun ternyata Miss Oishi sudah
mendapat tempat di hati murid-muridnya saat pertama kali mengajar.
Suatu hari di
desa tanjung terkena musibah badai yang membuat banyak rumah penduduk rusak
parah, Miss Oishi yang tidak tahu tentang musibah itu kaget menghadapi kenyataan yang terjadi di desa
tanjung tersebut saat akan berangkat mengajar. Murid-murid kelas satu
menghampirinya dan menceritakan sebab dan akibat yang menimpa desa mereka,
rumah sebagian murid mengalami kerusakan. Pada hari itu Miss Oishi pun tidak
memberikan pelajaran seperti biasanya, melainkan mengajak murid-muridnya untuk
berkeliling desa untuk menanyakan kabar keluarga-keluarga yang mendapat
musibah.
Saat sedang
membantu warga, Miss Oishi menertawakan sesuatu yang berhubungan dengan
muridnya, namun pemilik toko kelontong salah anggapan dan mengira Miss Oishi
menertawakan musibah yang menimpa desa tanjung. Pemilik toko kelontong memarahi
Miss Oishi dan melebih-lebihkan kabar tentang Miss Oishi pada warga lainnya,
Miss Oishi sedih dan memutuskan untuk menyudahi membantu warga untuk kemudian
mengajak murid-muridnya menyanyi di pantai.
Usai menyanyi di
pantai dan hendak pulang Miss Oishi jatuh ke dalam perangkap pasir yang
megakibatkan urat tumitnya cedera dan karena hal itu ia tidak mengajar selama
berbulan-bulan. Murid-murid kelas satu yang sangat merindukannya memutuskan
untuk menjenguk Miss Oishi dengan berjalan kaki, tanpa pamit pada keluarga
mereka. Setelah mereka menempuh perjalanan yang sangat jauh akhirya mereka
bertemu Miss Oishi yang baru turun dari bus, mereka pun akhirnya ke rumah Miss
Oishi dan lekas pulang setelah sebelumnya berfoto bersama. Para orang tua dan
penduduk menjadi lebih simpatik dan menghargai Miss Oishi sepulang kedua belas
anak itu dari menjenguk Miss Oishi.
Kepala sekolah
dari sekolah utama berkunjung ke rumah Miss Oishi dan mengambil keputusan untuk
memindahkan Miss Oishi ke sekolah utama, serta berhenti mengajar di sekolah
cabang. Hal ini membuat Miss Oishi bingung karena sebenarnya ia masih ingin
mengajar murid-muridnya, namun disisi lain ibunya mendesak untuk menyetujui
keputusan kepala sekolah, selain itu sebenarnya kepala sekolah sudah mempunyai
guru pengganti, pun pada akhirnya Miss Oishi mengajar di sekolah utama.
Empat tahun
telah berlalu, kini kesebelas murid Miss Oishi sudah kelas 5 dan mereka
bersekolah di sekolah utama, satu diantara kedua belas muridnya tinggal kelas,
yaitu Nita. Mereka (murid Miss Oishi) akhirnya bertemu dan diajar kembali oleh
Miss Oishi.
Sepulang
sekolah, Matsue murid Miss Oishi dirundung duka, Ibunya meninggal dunia.
Setelah kematian Ibunya Matsue tidak pernah lagi masuk sekolah karena harus
merawat adiknya. Namun tak lama bayi tersebut meninggal, tapi Matsue tidak
pernah lagi kembali ke sekolah. Setelah beberapa lama, Miss Oishi bertemu
Matsue sedang bekerja sebagai pelayan disebuah kedai, hal ini membuat hati Miss
Oishi miris.
Miss
Oishi memutuskan berhenti untuk mengajar ketika berangsur-angsur kesehatannya
tidak stabil, selain itu saat itu sedang terjadi gejolak politik, Miss Oishi
dianggap sebagai pengikut merah oleh wakil kepala sekolah, hal ini membuat Miss
Oishi tertekan.
Bertahun
kemudian, murid-murid Miss Oishi sudah beranjak dewasa. Miss Oishi pun sudah
mempunyai 3 orang anak. Saat itu di Jepang sedang terjadi gejolak perang, sudah
dipastikan kelima anak lelaki dari desa tanjung yang merupakan murid dari Miss
Oishi akan dikirim ke tempat-tempat terpencil menjadi tentara. Sedangkan
diantara ketujuh anak perempuan di kelas Miss Oishi, hanya Misako yang tidak
mengalami masa-masa sulit, sebaliknya Masuno mengalami masa-masa berat, Kotoe
sakit TBC, terdengar desas-desus Fujiko dijual oleh orang tuanya. Sementara
Kotsuru dan Sanae justru sukses, Kotsuru lulus gemilang dari sekolah kebidanan
dan Sanae sudah lulus dari sekolah pendidikan guru.
4
April 1946 perang sudah berakhir setahun sebelumnya. Miss Oishi kembali
mengajar di desa tanjung, tak disangka ia mengajar anak-anak dari beberapa
mantan muridnya dulu. Suatu hari dia bertemu Misako di pantai, Misako
mengajukan keinginannya untuk mengadakan pesta untuk Miss Oishi, dan mengundang
teman-teman sekelasnya yang tinggal beberapa orang saja, karena tiga dari lima
anak lelaki tewas di medan perang, Kotoe meninggal dunia karena penyakitnya,
sedangkan Fujiko dan Matsue tidak ada kabar namun mereka tetap diundang.
Ternyata Fujiko mengalami nasib buruk, dia benar-benar dijual oleh orang tuanya
dan menjadi geisha, sedangkan Isokichi yang selamat di medan perang di bebas
tugaskan karena buta.
Pesta
pun berlangsung, Ibu Guru Oishi dengan senang hati menanggapi undangan
tersebut, disana ia kembali bertemu mantan murid-muridnya dan tenggelam dalam
kenangan serta keharuan.
BalasHapusAlhamdulillah, terima kasih sudah menyajikan sinopsis novel ini, luar biasa, sinopsisnya bagus. Membuat saya bernostalgia, saat saya pertama kali membaca novel tersebut, sekitar 25 tahun yg lalu, di perpustakaan masjid Salman ITB.
terima kasih atas apresiasinya
Hapus